Saya membaca novelnya Adreas Herafa LASKAR PELANGI dan menonton filmnya (juga dengan judul yang sama) yang begitu menyentuh dan meninggalkan kesan yang sangat mendalam. Ada banyak hal yang indah, yang bernilai, yang luhur, yang mulia, yang sederhana, pengabdian yang total untuk satu cita cita – satu mimpi besar untuk LASKAR PELANGI yang manakjubkan. Saya turunkan satu kutipan resensi penikmat seni yang membantu membahasakannya bernas:

 Hari pertama tahun ajaran baru kali ini sangat menegangkan bagi dua orang guru SDMuhamadiyah, Muslimah dan Bapak Harfan, serta 9 orang murid beserta orang tua mereka. Adalah harun seorang murid istimewa yang menjadi murid ke-10, menyelamatkan mereka. Bu Mus pun menjuluki kesepuluh anak dengan keunikan masing masing itu dengan nama Laskar Pelangi. Selama lima tahun bersama, Bu Mus, Pak Harfan dan kesepuluh murid berjuang untuk terus bisa sekolah meski mereka harus menghadapi beragam tantangan serta tekanan untuk menyerah. Dengan bakat dan kecerdasannya Ikal, Lintang, dan Mahar muncul sebagai pendorong semangat. Di tengah upaya untuk tetap memepertahankan sekolah, mereka kehilangan sosok yang mereka cintai.Mereka bertahan menghadapi cobaan demi cobaan itu. Film ini dipenuhi kisah tentang tantangan kalangan pinggiran, dan kisah penuh haru tentang perjuangan hidup menggapai mimpi, sertakeindahan persahabatan yang menyelamatkan hidup manusia, denganlatar belakang sebuah pulau indah yang pernah menjadi salah satu pulauterkaya di Indonesia (Bdk: LASKAR PELANGI: Sepuluh Anak Pemberi Inspirasi)

Novel dan Film ini menyentak, membangunkan, lebih tepat menggugat diriku, kehadiran diriku sebagai seorang guru kehidupan. Film ini menohok telak kesadaranku dan menohok dengan cerdas dan cermat nubariku tempat aku menguburkan mimipi-mimpiku karna terlalu banyak sibuk dengan protes diam, ketidakpuasan bisu, dan ketakutan berbuat oleh kepicikanku sendiri melihat diriku, orang lain, dan dunia disekelilingku.

Goncangan Film ini membawa aku pada kesadaranku yang sehat. Aku menemukan kembali salah satu mimpiku yang lama tersimpan dalam arsip ketidaksadaran. Saya sudah lama  bermimpi untuk mendirikan satu sekolah alternatif apapun namanya itu untuk menemani anak anak kita merayakan misteri keindahan dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya, di masa usia emasnya ini. Sekolahku  ini dalam arti yang seluas-luasnya yang tidak membutuhkan gedung yang megah dengan segala aturan serta urusan yang hiruk pikuk, dengan biaya ratusan juta bahkan miliaran rupaih. Sekolahku ini tidak membutuhkan kurikulum yang rumit dan membutuhkan tenaga-tenaga pendidik yang bertitel dan dikejar kewajiban harus berkompeten. Saya mimpikan satu sekolah yang sederhana, cukup untuk berteduh di kala panas terik, dan hujan badai. Sekolah yang memberi kesempatan kepada semua orang yang berkendak baik, semua saja yang dengan itikad mulia mau memberikan diri dan waktunya untuk anak anak masa depan, genarasi emas yang akan melanjutkan ziarah hidup dan kehidupan ini.

photo of story telling in Rainbow Reading Gardens, Taman Bacaan Pelangi, Atambua, Timor, NTT
Ibu Bernadetha sedang mendongeng untuk anak-anak di Taman Bacaan Pelangi di Atambua, Timor

Saya terinspirasi dengan kata kata sang bijak “The universe conspires to bring every one with the same dreams to cross path in many waysAlam semesta berkonspirasi untuk mempertemukan semua orang yang punya kesamaan mimpi/cita-cita lewat berbagai cara. Saya dipertemukan dengan Nila Tanzil  dan Zack (sepasang kekasih) penggagas dan pengelola Taman Bacaan Pelangi Indonesia dengan cara yang unik, berbuntut panjang dipertemukan dengan sejumlah besar orang yang peduli dengan nasib anak anak dan manusia Indonesia, ada Ibu Evi sang Sekertaris Indonesia Mangajarnya Anies Beswaden, IbuWei Lin sang mentor Pengajar-Pengajar muda Indonesia Mengajar (bahkan kekritisannya terkandang merubahnya menjadi tormentor di hadapan anak didiknya (sorry bu..hehehe),ada Rene Suhardono sang penulis buku The Ultimate U (cuman lewat telp…tapi gelora postive untuk memulai sangat deras), Ibu Yohana dari Majalah Bobo yang langsung berkenan dengan Majalah Bobonya, ada juga Ginanjar Nur Agustin sang pemimpi Indonesia Emas yang mengajak melihat Indonesia Baru, ada ibu Bernadetha Rini S., sang voluntir perdana yang iklas datang hidup bersama anak anak dan orang tua kampung Korea Oenak – Noemuti selama 10 hari (laen kali lebih lama ya bu..!). Saya harus menyebut teman sekolah menengah saya dulu Bang Jonas BM yang telah lama tak bersua dan telah bertransformasi menjadi seorang pribadi yang visioner dan tampil dengan sayatan-sayatan analisa kritisnya, Senior Mbak Nanik dengan Ronick Librarynya dan tentu Senior Rm. Fredy Sutrisna, Pr. dan Mbak Sherly dengan Spirit Campnya dan begitu banyak sobat-sabit dalam diam dan dari kejauhan mendukung apa yang menjadi mimpiku ini.

Saya pernah dan terus galau mendengar berita berita dan catatan kritis soal kehidupan anak anak, pendidikan, kemiskinan dan sederetan kemalangan di padang belantara Timor dan NTT seluruhnya beserta segala retorika yang membenarkan pun yang saling menghujat. NTT diplesetkan: Nasib Tidak Tentu, Nanti Tuhan Tolong, TTU: Tup Terus Usi, TTS: Timor Tengah Sengsara, BELU: Bicara Enak  Lupa Usaha….dan banyak lagi plesetan sesuka dan seenaknya maunya orang-orang.

Perjumpaan dengan pribadi-pribadi inspiratif itu memberi energi extra untuk memulai sesuatu. Semua mereka mengajak saya untuk berhenti galau, stop memprotes, berhenti berdalih dan berjargon, berhenti mengutuk semua yang gelap, dan berani memulai yang kecil dan sederhana, menyalakan sebatang lilin harapan untuk orang-orangku, suku bangsaku sendiri. Mereka membesarkan hatiku,  membuat saya semakin mantapkan tekad untuk menyambut baik ide membuka ‘cabang’ “TAMAN BACAAN PELANGI” di tanah tumpah darahku. Dengan dukungan suplai buku-buku bacaan anak anak yang bagus, kita memulai satu persatu, kecil dan tak berarti. Pertama di Atambua (yang meminjam dan menggunakan salah satu ruangan  Biara Susteran Fransiskan Pelayan Maria/FadM Atambua) yang dikelola secara sederhana. Kedua di Kampung Korea – Kelurahan Oenak – Noemuti ( kampung halaman tempat aku dilahirkan/dibesarkan) dikelola oleh anak anak Korea sendiri dibantu olah kakak-kakaknya yang SMP/SMA dan Senior mereka yang lagi belajar hidup mandiri. Satu lagi sudah dalam taraf sosialisasi dan dalam waktu dekat segera dimulai di Kampung Raiikun tetanggga sebelah Kali Talau dan semoga bertahap boleh menjangkau tanah tumpah darahku ini.

story telling photo of Rainbow Reading Gardens in Eastern Indonesia
kegiatan mendongeng di Taman Bacaan Pelangi di Atambua, Timor, NTT



Terima kasih untuk sahabatku Bung Jonas BM yang seakan tidak kehabisan ide membantu kami dengan usikan dan catatan kritisnya untuk memulainya dengan benar. Berikut gambaran sekilas profile Taman Bacaan Pelangi (yang sedang berproses menjadi Rumah Belajar PELANGI)

Kami menyadari dan prihatin dengan kondisi obyektif sektor pendidikan di Belu dan TTU khususnya adalah masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini dipengaruhi oleh pengelolaan system pendidikan yg lebih berorientasi proyek (biaya tinggi) serta bias keberpihakkan kepada kebutuhan masyarakat, cenderung bersifat jangka pendek serta kurang memperhatikan budaya setempat. Sementara dunia usaha sebagai mitra strategis pemerintah dan masyarakat dalam  bidang pendidikan terlihat belum tersentuh secara serius untuk melakukan investasi jangka panjang (sinergitas).

Indikator yang bisa digunakan untuk menilai lemahnya pengelolaan system pendidikan di Belu dan TTU adalah: Tingginya tingkat buta huruf di kalangan orang-orang tua di kampung, rendahnya minat baca masyarakat secara umum, rendahnya daya saing tenaga produktif dalam kompetisi dunia kerja serta minimnya jumlah orang Belu dan TTU yang memiliki pemikiran yang progresif dan inovatif baik dalam bidang politik & pemerintahan, ekonomi, sosial kemasyarakatan dan budaya serta lingkungan hidup. Imbas nyata dari indikasi yang disebutkan diatas adalah: masih begitu banyak jumlah KK miskin yang tersebar merata di seluruh Kabupaten Belu dan TTU.

Kami melihat persoalan ini sebagai sebuah kebutuhan mendesak untuk di jawab dengan aksi – aksi nyata demi perbaikan kualitas hidup masyarakat Belu dan TTU secara sederhana, kecil, dan konkirt menuju tataran kehidupan yang lebih sejahtera di tengah kompetisi dunia yang demikian ketat dewasa ini.

foto anak-anak tersenyum di Taman Bacaan Pelangi di Atambua, Timor, NTT
anak-anak senang membaca di Taman Bacaan Pelangi di Atambua, Timor, NTT

Gagasan memulai Taman Bacaan Pelangi/Rumah Belajar ini yang berangkat dari kepedulian beberapa anak manusia yang berinisiatif, berpikir kreatif dan inovatif merasa tertantang  untuk segera melaksanakannya.

Cakupan Program Taman Bacaan Pelangi sedang berproes untuk melengkapkan beberapa bagian yang penting untuk memulainya secara benar, diantaranya : Pertama: Pemetaan wilayah kerja & calon penerima manfaat; Pemetaan kebutuhan calon penerima manfaat; Pemetaan calon relawan & calon donatur (yang kesemuanya diasumsikan sebagai Baseline Data/ Pengumpulan dan penyusunan base line menjadi sangat penting sebagai acuan penyusunan dan pelaksanaan program agar tepat sasaran, tepat manfaat dan menjadi modal kesinambungan program)). Yang kedua adalah: Penyusunan dan pelaksanaan program kerja.

Program Taman Bacaan Pelangi ini bersifat sederhana, terbuka, semi permanen, mobile dan bernuansa ”peduli” serta berorientasi pada hasil.

Sederhana: keberadaan Taman Bacaan Pelangi menghindari sistem pengelolaan yang sangat birokratis dan elitis.

Terbuka: Taman Bacaan Pelangi ini mau mengakomodir semua komponen masyarakat/warga yang berminat untuk terlibat baik sebagai peserta belajar atau sebagai donatur maupun sebagai motivator dan bebas dari kepentingan politik/agama.

Semi permanen: keberadaan dan aktifitas Taman Bacaan Pelangi tidak akan menimbulkan beban biaya yang besar terutama untuk sarana dan prasarananya (tidak bertujuan untuk mendirikan sebuah gedung permanen yang akan berpotensi melahirkan konflik antar pihak di kemudian hari). Diharapkan di setiap wilayah yang akan menjadi  ’spot’ Taman Bacaan Pelangi ada relawan yang menyediakan ruang/tempat terbuka untuk pelaksanaan kegiatan dan sewaktu-waktu bisa berpindah tempat

Mobile: pengelola dan pendamping peserta belajar tidak hanya berkonsentrasi di satu atau dua wilayah dampingan saja. Hal ini dimaksudkan agar program Taman Bacaan Pelangi ini bisa memberikan dampak yang seluas-luasnya bagi masyarakat di Belu.

Orientasi pada hasil:  anak-anak/remaja anggota Taman Bacaan Pelangi mampu membaca dengan baik dan benar sesuai tingkatan usianya, mampu bercerita dan berkisah dalam buku yang sudah dibaca, mampu membuat karya tulis yang sederhana dan berkualitas, menggambar, dll.Sedapat mungkin Taman Belajar/Rumah Belajar menjadi sumber/referensi alternatif dan kreatif/inovatif serta bantuan teknis bagi kelompok usaha produktif masyarakat sehingga berpeluang memaksimalkan usaha produktifnya demi peningkatan mutu produksi dan pendapatan ekonomi yang akan sangat berpengaruh bagi dukungan berkelanjutan pada anak anak.

foto anak di Taman Bacaan Pelangi di Atambua, Timor
kakak membacakan cerita untuk adik-adik yang belum bisa membaca di Taman Bacaan Pelangi, Atambua, Timor

Tujuan umum pelaksanaan program Taman Bacaan Pelangi ini adalah untuk memberi kesempatan yang memadai dan berkualitas bagi anak anak/remaja dan masyarakat yang jauh dari akses Buku Buku bacaan bermutu, untuk memperoleh dan mengalami proses transfomasi kehiduapan lewat proses membaca/bermain yang  diprogramkan secara sederhana dan berkelanjutan oleh saudara/inya yang peduli anak – anak dan peningkatan mutu hidup suku bangsanya di wilayah Belu dan TTU. Adapun tujuan khusus dari program ini:

1)      Melibatkan sebanyak mungkin anak/warga sekitar untuk mencintai buku dan ilmu pengetahuan (berbasis komunitas)

2)      Mengeliminir kebiasaan kontraproduktif dari anak-anak dan remaja setelah jam belajar (sekolah) serta kebiasaan yang merusak dari orang dewasa karna ketiadaan kegiatan produktif;

3)      Memulai gerakan mencintai Masa Depan Anak Anak lewat tabungan anak anak.

4)      Semakin banyak anak/warga sekitar memiliki kemampuan membaca/menulis/ mencurahkan ide dan gagasan kreatifnya lewat tulisan/gambar maupun usaha rumah tangganya dengan memanfaatkan media informasi yang tersedia, spt. Koran, radio, internet, dll.

Taman Bacaan ini baru mulai berjalan, tertatih, tersandung jatuh dan bangun lagi selama hampir 6 bulan ini. Ibarat tanaman, Taman Bacaan ini baru mulai bertunas. Tunasnya mulai menunjukkan kehidupannya. Kami berusaha untuk merawatnya dan memupukknya dengan segala kemampuan yang ada. Tunas ini untuk anak anak dan suku bangsa kita sendiri. Saya mengajak siapa saja yang peduli dan pengen terlibat aktif dalam gerakan ini mari kita berjumpa, bercerita, berprogram bersama baik yang Atambua/Belu, dari Kefemenanu/TTU, semua saudara/i orang Timor di mana saja berada, maupun semua sahabat pemerhati dan peduli dari segala penjuru dunia.  Gerakan ini tidak ada hubungannya dengan institusi tertentu baik Politik atau Agama atau LSM apa saja. Ini gerakan bersama sahabat yang berhati untuk anak anak dan warga kita.

perpustakaan anak-anak Taman Bacaan Pelangi di Atambua, Timor
anak-anak sedang membaca di Taman Bacaan Pelangi di Atambua, Timor

Kalau Bu Mus mengajak ke-10 anak muridnya mengejar PELANGI di Pantai Balitong..saya mengajak teman teman semua: mari kita mengejar PELANGI di Padang Sabana Timor. Kita mengajar aza, mengejar harapan, mengejar mimpi dan cita-cita dalam keberagaman, tanpa takut, tanpa kenal lelah, dengan kerja keras, sukarela, dan iklas berbagi. Mari bergandengan tangan demi masa depan kita semua.

Trima kasih untuk semua pihak yang sudah menjadi pendukung tetap Taman Bacaan PELANGI  ini dengan sumbangan Buku Buku Bacaan Anak Anak yang bermutu. Terima kasih untuk Nila Tanzil dan Zack Petersen yang telah mendorong dan berkomitment untuk menjadi terus mendukung, untuk Ibu Bernadetha Rini S, yang nekad mau balek Korea dan Atambua lagi…dan semua yang telah berperan untuk yang cita-cita dan mimpi PELANGI di Padang Sabana Timor.

# Ditulis oleh Rm Yance Laka, koordinator & pengelola Taman Bacaan Pelangi di Atambua dan Korea Uenak Muti, Timor, NTT #